Jumat, 13 Januari 2012

pengaruh tingkat stress seseorang dalam belajar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seringkali kita mendengar tentang istilah stress, tapi taukah anda, ternyata stress itu tidak semuanya bersifat negative ternyata stress itu ada yang bersifat positifnya tergantung dari sudut pandang mana anda menyimpulkan persepsi tentang stress itu. untuk itu pemakalah akan mengupas pembahasan tentang stress, faktor penyebab stress dan dampaknya terhadap belajar pada bab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang di atas, pembahasan makalah ini mengerucut pada beberapa hal yang selanjutnya sebagai rumusan masalah, yaitu:

- Apa itu stress

- Faktor apa saja yang mnyebabkan stress

- Bagaimana pengaruh tingkat stress terhadap belajar

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan kami membuat makalah ini selain dari untuk memenuhi tugas mata kuliah Psykologi umum, juga kami berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu untuk lebih mengetahui dan memahami apa itu stress dan dampaknya terhadap belajar.

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Stress

Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin‘’Stingere’’ yang berarti ‘’ keras ‘’. Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu kewaktu dari straise, strest,stresce dan sress. Abad ke–17 istilah stress diartikan sebagai kesukaran, kesusahan, kesulitan, atau penderitaan. Pada abad ke-18 istilah ini digunakan dengan lebih menunjukan kekuatan,tekanan, ketegangan, atau usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia, terutama kekuatan mental manusia.[1] Seperti dalam kamus, kata stress itu ialah gangguan mental dan emosional atau tekanan.[2]

Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Pada intinya stress itu adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang dapat menimbulkan tekanan serta dapat mengganggu system keseimbangan tubuh.

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negative. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa, Karena setiap orang berlainan dalam penyesuaian dirinya terhadap stress.[3]

Sebagai contoh, seorang profesional memandang tekanan atau masalah berupa beban kerja yang berat dan batas waktu yang mepet sebagai tantangan positif, sehingga seseorang yang mendapat tekanan ini akan berusaha dan termotivasi untuk menaikkan mutu pekerjaan mereka dan hasilnya kepuasanlah yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka, pandangan ini desebut Eustress, yaitu hasil dari respon, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.terhadap stres yang pada hasilnya bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).

Namun apabila masalah atau beban itu dipandang sebagai hambatan yang sifatnya negative maka timbulah perasaan-perasaan takut, khawatir, cemas, tertekan, dan merasa tidak aman, sehingga apabila kita tak bisa mengatasinya, tidak mustahil kita akan terkena depresi. Hasil pandangan ini disebut Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).[4]

2.2 Faktor-faktor yang Menimbulkan Stress

Banyak faktor yang dapat menimbulkan stres, faktor-faktor yang dapat menimbulkan stress ini disebut ”stressor”. Faktor-faktor stress cukup mempunyai arti bagi terjadinya stress pada diri seseorang. Manakala tuntutan pada diri seseorang itu melampauinya, maka keadaan demikian disebut distress. Stress dalam kehidupan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Masalahnya adalah bagaimana manusia hidup dengan stress tanpa harus mengalami distress. Salah satu solosinya yang saya ambil dari bait syair sebuah lagu yang berbunyi ‘’stress obatnya iman dan taqwa (Roma Irama)’’. Memang benar, segala masalah yang kita hadapi kalau berlandasan iman dan ketaqwaan pastilah ada jalan keluarnya, tanpa harus kita mengalami distris.

Menurut Cooper dan Davidson (1991) penyebab stres ada dua , yakni:

  • Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam lingkungan, misalnya kurangnya kerjasama antara teman, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama teman di dalam pergaulan.
  • Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidak jelasan peran.

2.3 Pengaruh Tingkat Stress Seseorang Dalam Belajar

Belajar ialah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.[5]

Dari Pengertian belajar di atas sangat jelas tingkat stress seseorang sangat mempengaruhi terhadap belajar, karena Stress merupakan kondisi psikis yang disebabkan oleh berbagai perasaan yang bersifat positive maupun negative terhadap suatu hal. Contohnya adalah rasa takut, khawatir, cemas, tertekan, dan merasa tidak aman. perasaan-perasaan tersebut merupakan hasil dari olah pikiran yang ada dalam diri seseorang.

Seorang siswa yang mengalami stress dengan pelajarannya umumnya dikarenakan perasaan negative terhadap pelajarannya. Khawatir jika pelajarannya tidak selesai sebelum deadline yang diberikan. Cemas jika hasil belajarnya jelek. Takut apabila prestasinya rendah. Dan merasa tidak aman jika dirinya akan dihukum karena berbuat salah. Semua perasaan negative itu merupakan hasil dari olah pikir. Rasa khawatir muncul dari pikiran yang menyatakan bahwa sesuatu tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Rasa cemas merupakan hasil dari pikiran yang menyatakan bahwa hasil kerja sekarang belum maksimal sehingga memiliki celah untuk dikritik. Rasa takut timbul karena pikiran difokuskan pada hal yang tidak diinginkan (ditolak), bukannya pada hal yang diinginkan (sukses). dan Rasa tidak aman adalah hasil pikiran logis-normatif bahwa setiap kesalahan pasti ada hukumannya.[6]

Tingkatan Stress seseorang terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

2.3.1 Stres tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dimana tingkatan ini biasa juga dikatakan fase alrm pada stress, Pengaruh stress sesorang dalam belajar pada tingkat ini menuju kearah positive. Gejala stress pada tingkat ini biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a. Semangat besar

b. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya

c. gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

2.3.2 Stress Tingkat 2

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul perasaan jenuh. Timbulnya perasaan jenuh atau bosan desebabkan karena hilangnya motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa itu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.[7] Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan diantaranya Merasa letih sewaktu bangun pagi, Merasa lelah sesudah makan siang,Merasa lelah menjelang soare hari, Terkadang gangguan dalam system pencernaan (gangguan usus, perut kembung),kadang-kadang pula jantung berdebar-debar. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher),Perasaan tidak bisa santai.

Orang yang mengalami stress pada tingkat ini akan menujukan penurunan konsentrasi, perhatian dan kemuduran memori. Keadaan ini akan menyebabkan kesalahan dalam memecahkan masalah dan penurunan kemampuan dalam merencanakan tindakan. Dampak lain mengakibatkan semakin banyak tuntutan permasalahan pada orang yang mengalami stres, kondisi ini menyebabkan ketindakmampuan menjalin hubungan dengan orang lain dalam menghadapi stress, individu lebih sensitif dan cepat marah, Mereka juga sulit untuk rileks, merasa tidak berdaya.[8]

2.3.3 Stress tingkat 3

Pada tingkat ini seseorang menjadi keletihan pada fungsi fisik dan psikologis sehingga keadaan individu itu sangat lemah sebagai akibat kerusakan selama fase perlawanan. Ketidakmampuan dalam mengatasi tuntutan lingkungan yang dirasakannya berakibat timbulnya keletihan yang merupakan bagian dari tahap kepayahan dimana seseorang dapat dikatakan telah mempunyai masalah kesehatan yang serius, tidak adanya minat lagi dalam belajar dan beraktifitas, cenderung bersikap sinis terhadap individu lain, dan tak jarang pada tingkat ini individu itu akan mengalami depresi. Sehingga menyebabkan terganggunya segala aktifitas individu itu, baik dalam belajar, bersosial dan sebagainya.



[2] Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern, Apollo, Surabaya, 1994. Hal. 197

[3] Taufik Hidayat, Hand Out Psykologi Umum, Diktat Perkuliahan STAI Darul Ulum, Kandangan, 2011. Hal. 21.

[5] W. S. Winkel, Psikologi pengajaran, Media Abadi, Yogyaarta, 2004. Hal. 59

[7] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2009. Hal. 181

Tidak ada komentar:

Posting Komentar