Selasa, 31 Januari 2012

Kode Etik Guru

Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :
  1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
  2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
  3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan .
  4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
  5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan .
  6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
  7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan .
  8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
  9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

Jumat, 13 Januari 2012

Dasar-Dasar Tasawuf


PEMBAHASAN

1.      Dasar-dasar tasawuf
Untuk melihat dasar dasar tentang tasawuf ini, pada bab ini akan diketengahkan landasan-landasan naqli tasawuf. Landasan naqli  yang kami maksudkan adalah landasan Al Quran dan Hadits.
Al Quran dan Hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegangi oleh umat Islam. Sering didengar pertanyaan dalam kerangka landasan naqli ini, “Apa dasar Al Quran Haditsnya sehingga Anda berkata demikian?” atau “Bagaimana Al Quran dan Haditsnya?” pertanyaan pertanyaan ini sering terlontar dalam benak pikiran kaum muslimin ketika hendak menerima atau menemukan persoalan-persoalan baru atau persoalan-persoalan unik, termasuk pesoalan tasawuf.

  1. Dasar Al Quran.
Al Quran dan As-Sunnah adalah nash. Setiap muslim kapan dan dimana pun dibebani tanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan kandungan dalam bentuk amalan yang nyata. Pemahaman terhadap nash tanpa pengamalan akan menimbulkan kesenjangan. Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab, “Al Quran.” Para sahabat terkenal sebagai orang-orang yang banyak menghapalkan isi Al Quran dan kemudian menyebarkannya kepada yang lain dengan disertai pengamalan atau penjiwaan terhadap isinya. Mereka berusaha menerapkan akhlak atau perilaku mereka dengan mencontoh akhlak Rasulullah, yakni akhlak Al Quran.[1]
Dalam hal inilah, tasawuf dalam pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam Al Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama tasaawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al Quran, As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat tentu tidak keluar dari ruang lingkup Al Quran dan As Sunnah. Dengan begitu, jutru dua sumber utama tasawuf adalah Al Quran dan As Sunnah itu sendiri.[2]
Abu Nashr As Siraj Ath Thusi, dalam kitabnya Al Luma’, menjelaskan bahwa dari Al Quran dan As Sunnah itulah, para sufi pertama-tama mendasarkan pendapat-pendapat mereka tentang moral dan tingkah laku, kerinduan dan kecintaan pada Ilahi, dan makrifat,suluk (jalan), dan juga latihan-latihan rohaniah mereka. Itu semua mereka susun demi terealisasinya tujuan-tujuan kehidupan mistis.[3]
Lebih lanjut, Ath Thusi mengemukakan bagaimana para sufi secara khusus lebih menaruh perhatian terhadap moral luhur serta sifat dan amalan utama. Hal ini demi mengikuti Nabi, para sahabat, serta orang-orang setelah mereka. Ini semua, menurut Ath Thusi, “Ilmunya dapat dijejaki dalam kitab Allah SWT, yakni Al Quran”.[4]
Secara umum, ajaran Islam mengatur kehidupan dan bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al Quran dan As Sunnah, serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al Quran antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan.[5] Hal itu misalnya difirmankan Allah dalam Al Quran surah Al Ma’idah ayat 54:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä `tB £s?ötƒ öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ t$öq|¡sù ÎAù'tƒ ª!$# 5Qöqs)Î/ öNåk:Ïtä ÿ¼çmtRq6Ïtäur A'©!ÏŒr& n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨Ïãr& n?tã tûï͍Ïÿ»s3ø9$# šcrßÎg»pgä Îû È@Î6y «!$# Ÿwur tbqèù$sƒs sptBöqs9 5OͬIw 4 y7Ï9ºsŒ ã@ôÒsù «!$# ÏmŠÏ?÷sム`tB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇÎÍÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun  mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut pada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.”
Dalam Al Quran, Allah pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat, membersihkan diri, dan memohon ampunan kepadaNya sehingga memperoleh cahaya dariNya, sebagaimana yang terdapat pada surah At Tahrim ayat 8:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqç/qè? n<Î) «!$# Zpt/öqs? %·nqÝÁ¯R 4Ó|¤tã öNä3š/u br& tÏeÿs3ムöNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy öNà6n=Åzôãƒur ;M»¨Zy_ ̍øgrB `ÏB $ygÏFøtrB ㍻yg÷RF{$# tPöqtƒ Ÿw Ìøƒä ª!$# ¢ÓÉ<¨Z9$# z`ƒÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB ( öNèdâqçR 4Ótëó¡o šú÷üt/ öNÍkÉ÷ƒr& öNÍkÈ]»yJ÷ƒr'Î/ur tbqä9qà)tƒ !$uZ­/u öNÏJø?r& $uZs9 $tRuqçR öÏÿøî$#ur !$uZs9 ( y7¨RÎ) 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÑÈ  

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami; sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Al Quran pun menegaskan tentang keberadaan Allah dimanapun hamba-hambaNya berada. Sebagai mana di tegaskanNya dalam surah Al Baqarah ayat 115:
¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 žcÎ) ©!$# ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÎÈ  

Artinya:
“Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) dan lagi Maha Mengetahui.”

Bagi kaum sufi , ayat diatas mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan ada, di situ pula Tuhan dapat di jumpai. Dalam ayat lain, Allah pun akan memberikan cahaya kepada orang-orang yang dikehendakiNya, sebagaimana firmanNya:
* ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkŽÏù îy$t6óÁÏB ( ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã ( èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhߊ ßs%qム`ÏB ;otyfx© 7pŸ2t»t6B 7ptRqçG÷ƒy žw 7p§Ï%÷ŽŸ° Ÿwur 7p¨ŠÎ/óxî ߊ%s3tƒ $pkçJ÷ƒy âäûÓÅÓムöqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4 îqœR 4n?tã 9qçR 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎŽôØour ª!$# Ÿ@»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇÌÎÈ  

Artinya:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adlah seperti seebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu (pohon) zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak juga disebelah barat (nya), yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahayaNya, siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Allah pun memberikan penjelasan tentang kedekatan manusia dengan Nya. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dasar dalam mistisme ternyata ada di dalam Al Quran dan hadits.[6] Ayat 186 surat Al Baqarah misalnya menyatakan:

#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
 Artinya:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Kata “da’a” dalam ayat itu tidak diartikan sebagai berdo’a oleh kalangan sufi, tetapi berseru dan memanggil. Dasar-dasar tasawuf ini ternyata banyak ditemukan dalam Al Quran.
Lebih dari itu, pada surah Al Qaf, Allah menjelaskan:

ôs)s9ur $uZø)n=yz z`»|¡SM}$# ÞOn=÷ètRur $tB â¨Èqóuqè? ¾ÏmÎ/ ¼çmÝ¡øÿtR ( ß`øtwUur Ü>tø%r& Ïmøs9Î) ô`ÏB È@ö7ym σÍuqø9$# ÇÊÏÈ  

Artinya:
“Sebenarnya Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepadanya daripada pembuluh darahnya sendiri.”

Berdasarkan ayat diatas, kebanyakan kalangan sufi berpendapat bahwa untuk mencari Tuhan, manusia tak perlu pergi jauh-jauh. Ia cukup kembali kedalam dirinya sendiri. Lebih jauh lagi, Harun Nasution menegaskan bahwa Tuhan ada di dalam, bukan diluar diri manusia.
Al Quran pun mengingatkan manusia agar tidak diperbudak kehidupan duniawi dan kemewahan harta benda yang menggiurkan. Hal ini sebagaimana  difirmankan Allah:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym ( Ÿxsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# ( Ÿwur Nä3¯R§äótƒ «!$$Î/ ârátóø9$# ÇÎÈ  

Artinya:
“Hai manusia, sesunguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.”

Dalam pemahaman kalangan sufi, ayat diatas menjadi salah satu dasar untuk menjauhi kehidupan dunia yang penuh dengan tipuan.
Selanjutnya kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui oleh para sufi(yang pada dasarnya adalah objek tasawuf), landasannya akan banyak ditemukan dalam Al Quran. Berikut ini akan kami kemukakan ayat-ayat Al Quran yang menjadi landasan sebagian tingkat dan keadaan para sufi.
Tingkatan zuhud, misalnya (yang banyak diklaim sebagai awal mula beranjaknya tasawuf), telah dijelaskan dalam Al Quran pada potongan ayat 77 dari surah An Nisa:
3..... ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ׎öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# ......

Artinya:
“Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa.”

Demikianlah, sebagian ayat Al Quran yang dijadiakn sebagai landasan kaum sufi dalam melaksanakan praktik-praktik kesufiannya. Akan terlalu panjang uraiannya jika semua pengertian psikis serta moral yang diungkapkan para sufi tentang tingkatan dan keadaan, dicarikan rujukannya dalam Al Quran.

  1. Dasar-dasar Hadits.
Sejalan apa yang disitir dalam Al Quran, sebagaimana dijelaskan diatas, ternyata tasawuf juga dapat dilihat dalam kerangka hadits. Hadits-hadits yang menjadi dasar dalam ajaran tasawuf sangatlah banyak, sehingga disini kami hanya menuliskan sebagiannya saja.Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf adalah Hadits-hadits berikut.
Di samping riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad SAW setiap bulan Ramadhan bertahannus di Gua Hira untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati serta hakikat kebenaran ditengah-tengah keramaian hidup, ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran-ajaran tasawuf, diantaranya adalah hadis-hadis berikut[7]:

قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم إتّقوا فِرَاسَةَ المؤمِن فإّنّه يَنظُر بنُور الله (رواه البخارى)

Artinya:
“Rasulullah SAW bersabda: takutilah firasat orang mukmin karena ia memandang dengan nur Allah.”

Dalam hadits lain,
….أعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك (متفق عليه)
Artinya:
“Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka apbila engkau tidak dapat melihatNya, maka Ia pasti melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

مَن عَرَفَ نَفسَه عَرَفَ رَبَّه
Artinya:
Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka akan  mengenal Tuhannya.

كُنْتُ كَنزاً مَخفيّا فأَحبَبتُ أنْ أعْرَف فخلَقتُ الخلقَ فَبِهِ عَرَفوْنِي
Artinya:
Aku adalah perbendaharaan yang tesembunyi, maka Aku menjadikan makhluk agar mereka mengenalKu.
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhlukNya, dan pengetahuan yang tinggi adalah mengetahui Tuhan melalui diriNya.[8]
Diantara nya lagi, hadits lain yang menjadi dasar dari tasawuf:

لاَيَزَالُ العَبدُ يَتَقَرّبُ إليَّ بِالنَّوافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإذَا أحبَبْتُهُ كُنْتُ سَمعَهُ الّذي يََسْمَعُ و بَصَرَه الذي يَبصُرُ بِهِ و لسانه الذي ينِطِقُ بِهِ و يده الذي يَبطُشُ بها ورِجلَهُ الذي يمْشِي بِها فبِي يسمَعُ فَبي يبْصِرُ وَ بي يَنْطِقُ وَ بي يَعْقِلُ وَ بي يَبطُشُ وبي يَمْشِي

Artinya:
“Sentiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunat sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarannya yang dia pakai untuk mendengar, penglihatannya yang dia pakai untuk melihat, lidahnya yang dia pakai untuk berbicara, tangannya yang dia pakai untuk mengepal, dan kakinya yang dia pakai untuk berjalan; maka denganKu dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, mengepal, dan berjalan.”

Hadits di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan Tuhan dapat bersatu. Diri manusia dapat melebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah fana’, yaitu fana’nya makhluk sebagai mencintai  kepada Tuhan sebagai yang dicintainya.[9] Maksudnya: pernyataan bahwa Allah akan menjadi pendengaran, penglihatan, tangan , dan kaki hamba yang dicintaiNya merupakan majaz untuk menjelaskan pertolongan Allah.[10]

إزْهَد فِي الدُّنياَ يُحِبُّك اللهُ و إزهَد فِيماَفي أَيدي النَّاسِ يُحِبُّك       (رواه  ابن ماجة)

Artinya:
“Zuhudlah terhadap dunia maka Allah mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di tangan orang lain maka mereka akan mencintaimu.”

Dalam hadits ini menjelaskan tentang dasar dari cabang tasawuf yaitu sifat zuhud. Sifat zuhud adalah salah satu sifat para sufi yang sangat menonjol. Karena pengertian zuhud adalah mengambil bagian kehidupan duniawi hanya sekedar keperluan, bukan untuk bersenang-senang semata.
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang dikutip diatas hanya sebagian dari ayat-ayat dan hadis-hadis yang memgemukakan hal-hal kehidupan ruhaniyahyang ditemukan dalam tasawuf. Kehidupan yang didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada Tuhan, bersyukur, bersabar dan redha serta dekat atau “intim” dengan Allah. Kehidupan seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri serta para sahabat-sahabatnya, khususnya mereka yang dijuluki ahl al shuffah.[11]
Demikianlah dasar-dasar yang dapat mendorong lahirnya ajaran tasawuf.[12] Dengan adanya dasar-dasar dari Al Quran dan hadits diatas, maka terjawablah sudah bahwa pertanyaan tentang ajaran tasawuf yang dikatakan bukan dari ajaran islam tetapi ajaran luar yang masuk ke dalam Islam.



[1] Ibid, hal 17
[2] Ibid, hal 18
[3] Ibid,
[4] Ibid,
[5] Ibid, hal 19
[6] Dr. H. Abuddin Nata, M. A, opcit, hlm 159
[7] Drs.HM. Jamil, M.A, Cakrawala Tasawuf, hal 14
[8] Dr. H. Abuddin Nata, M. A , Opcit, hal 160
[9] Prof. Dr. M. Solihin, M. Ag, Opcit, hal 26-27
[10] Ibid , hal 29
[11] Drs.HM. Jamil, M.A, Opcit, hal 17
[12] Dr. H. Abuddin Nata, M. A , Opcit, hal 160