PEMBAHASAN
1.
Dasar-dasar tasawuf
Untuk melihat dasar dasar tentang tasawuf ini, pada bab ini akan
diketengahkan landasan-landasan naqli tasawuf. Landasan naqli yang kami maksudkan adalah landasan Al Quran
dan Hadits.
Al Quran dan Hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegangi
oleh umat Islam. Sering didengar pertanyaan dalam kerangka landasan naqli ini,
“Apa dasar Al Quran Haditsnya sehingga Anda berkata demikian?” atau “Bagaimana
Al Quran dan Haditsnya?” pertanyaan pertanyaan ini sering terlontar dalam benak
pikiran kaum muslimin ketika hendak menerima atau menemukan persoalan-persoalan
baru atau persoalan-persoalan unik, termasuk pesoalan tasawuf.
- Dasar Al Quran.
Al Quran dan As-Sunnah adalah nash. Setiap muslim kapan dan dimana pun dibebani
tanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan kandungan dalam bentuk amalan
yang nyata. Pemahaman terhadap nash tanpa pengamalan akan menimbulkan
kesenjangan. Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab, “Al
Quran.” Para sahabat terkenal sebagai
orang-orang yang banyak menghapalkan isi Al Quran dan kemudian menyebarkannya
kepada yang lain dengan disertai pengamalan atau penjiwaan terhadap isinya.
Mereka berusaha menerapkan akhlak atau perilaku mereka dengan mencontoh akhlak
Rasulullah, yakni akhlak Al Quran.
Dalam hal inilah, tasawuf dalam pembentukannya adalah manifestasi akhlak
atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam Al Quran dan
As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama tasaawuf adalah ajaran-ajaran Islam,
sebab tasawuf ditimba dari Al Quran, As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan
para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat tentu tidak keluar dari ruang
lingkup Al Quran dan As Sunnah. Dengan begitu, jutru dua sumber utama tasawuf
adalah Al Quran dan As Sunnah itu sendiri.
Abu Nashr As Siraj Ath Thusi, dalam kitabnya Al Luma’, menjelaskan bahwa
dari Al Quran dan As Sunnah itulah, para sufi pertama-tama mendasarkan
pendapat-pendapat mereka tentang moral dan tingkah laku, kerinduan dan
kecintaan pada Ilahi, dan makrifat,suluk (jalan), dan juga latihan-latihan
rohaniah mereka. Itu semua mereka susun demi terealisasinya tujuan-tujuan
kehidupan mistis.
Lebih lanjut, Ath Thusi mengemukakan bagaimana para sufi secara khusus
lebih menaruh perhatian terhadap moral luhur serta sifat dan amalan utama. Hal
ini demi mengikuti Nabi, para sahabat, serta orang-orang setelah mereka. Ini
semua, menurut Ath Thusi, “Ilmunya dapat dijejaki dalam kitab Allah SWT, yakni
Al Quran”.
Secara umum, ajaran Islam mengatur kehidupan dan bersifat lahiriah dan
batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada
gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian
yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al Quran dan As Sunnah, serta
praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al Quran antara lain berbicara
tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (
mahabbah) dengan
Tuhan.
Hal
itu misalnya difirmankan Allah dalam Al Quran surah Al Ma’idah ayat 54:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
`tB £s?öt
öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏZÏ
t$öq|¡sù
ÎAù't ª!$#
5Qöqs)Î/
öNåk:Ïtä
ÿ¼çmtRq6Ïtäur A'©!Ïr&
n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨Ïãr&
n?tã tûïÍÏÿ»s3ø9$#
crßÎg»pgä
Îû È@Î6y «!$#
wur
tbqèù$ss
sptBöqs9
5OͬIw
4 y7Ï9ºs ã@ôÒsù
«!$#
ÏmÏ?÷sã `tB âä!$t±o
4 ª!$#ur
ììźur íOÎ=tæ ÇÎÍÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan mereka pun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang orang kafir, yang berjihad di jalan Allah,
dan yang tidak takut pada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha luas
(pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.”
Dalam Al Quran, Allah pun memerintahkan manusia agar senantiasa
bertaubat, membersihkan diri, dan memohon ampunan kepadaNya sehingga memperoleh
cahaya dariNya, sebagaimana yang terdapat pada surah At Tahrim ayat 8:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
(#þqç/qè? n<Î) «!$#
Zpt/öqs?
%·nqÝÁ¯R
4Ó|¤tã
öNä3/u
br& tÏeÿs3ã öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy
öNà6n=Åzôãur
;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $ygÏFøtrB ã»yg÷RF{$# tPöqt
w
Ìøä ª!$#
¢ÓÉ<¨Z9$# z`Ï%©!$#ur (#qãZtB#uä
¼çmyètB ( öNèdâqçR
4Ótëó¡o
ú÷üt/
öNÍkÉ÷r& öNÍkÈ]»yJ÷r'Î/ur tbqä9qà)t
!$uZ/u
öNÏJø?r&
$uZs9 $tRuqçR
öÏÿøî$#ur
!$uZs9
( y7¨RÎ)
4n?tã
Èe@à2 &äóÓx«
ÖÏs% ÇÑÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat
yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan disebelah
kanan mereka, sambil mereka mengatakan, Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami; sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Al Quran pun menegaskan tentang keberadaan Allah dimanapun hamba-hambaNya
berada. Sebagai mana di tegaskanNya dalam surah Al Baqarah ayat 115:
¬!ur ä-Ìô±pRùQ$# Ü>ÌøópRùQ$#ur 4
$yJuZ÷r'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4
cÎ) ©!$# ììźur ÒOÎ=tæ ÇÊÊÎÈ
Artinya:
“Dan kepunyaan Allah
lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) dan lagi Maha Mengetahui.”
Bagi kaum sufi , ayat
diatas mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan ada, di situ pula Tuhan dapat di
jumpai. Dalam ayat lain, Allah pun akan memberikan cahaya kepada orang-orang
yang dikehendakiNya, sebagaimana firmanNya:
*
ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4
ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkÏù îy$t6óÁÏB (
ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã (
èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhß ßs%qã `ÏB ;otyfx© 7p2t»t6B 7ptRqçG÷y w 7p§Ï%÷° wur 7p¨Î/óxî ß%s3t $pkçJ÷y âäûÓÅÓã öqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4
îqR 4n?tã 9qçR 3
Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4
ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3
ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÌÎÈ
Artinya:
“Allah (Pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adlah seperti seebuah
lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu (pohon) zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak juga disebelah barat
(nya), yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh
api. Cahya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahayaNya,
siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Allah pun memberikan penjelasan tentang kedekatan manusia dengan Nya.
Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dasar dalam
mistisme ternyata ada di dalam Al Quran dan hadits.
Ayat 186 surat
Al Baqarah misalnya menyatakan:
#sÎ)ur y7s9r'y Ï$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% (
Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy (
(#qç6ÉftGó¡uù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 crßä©öt ÇÊÑÏÈ
Artinya:
“Dan apabila
hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon
kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah
mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Kata “da’a” dalam ayat
itu tidak diartikan sebagai berdo’a oleh kalangan sufi, tetapi berseru dan
memanggil. Dasar-dasar tasawuf ini ternyata banyak ditemukan dalam Al Quran.
Lebih dari itu, pada
surah Al Qaf, Allah menjelaskan:
ôs)s9ur $uZø)n=yz z`»|¡SM}$# ÞOn=÷ètRur $tB â¨Èqóuqè? ¾ÏmÎ/ ¼çmÝ¡øÿtR (
ß`øtwUur Ü>tø%r& Ïmøs9Î) ô`ÏB È@ö7ym ÏÍuqø9$# ÇÊÏÈ
Artinya:
“Sebenarnya Kami
ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami
lebih dekat kepadanya daripada pembuluh darahnya sendiri.”
Berdasarkan ayat
diatas, kebanyakan kalangan sufi berpendapat bahwa untuk mencari Tuhan, manusia
tak perlu pergi jauh-jauh. Ia cukup kembali kedalam dirinya sendiri. Lebih jauh
lagi, Harun Nasution menegaskan bahwa Tuhan ada di dalam, bukan diluar diri
manusia.
Al Quran pun
mengingatkan manusia agar tidak diperbudak kehidupan duniawi dan kemewahan
harta benda yang menggiurkan. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym (
xsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# (
wur Nä3¯R§äót «!$$Î/ ârátóø9$# ÇÎÈ
Artinya:
“Hai manusia, sesunguhnya
janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia
memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu,
memperdayakan kamu tentang Allah.”
Dalam pemahaman
kalangan sufi, ayat diatas menjadi salah satu dasar untuk menjauhi kehidupan
dunia yang penuh dengan tipuan.
Selanjutnya kalau kita
teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui oleh para sufi(yang
pada dasarnya adalah objek tasawuf), landasannya akan banyak ditemukan dalam Al
Quran. Berikut ini akan kami kemukakan ayat-ayat Al Quran yang menjadi landasan
sebagian tingkat dan keadaan para sufi.
Tingkatan zuhud,
misalnya (yang banyak diklaim sebagai awal mula beranjaknya tasawuf), telah
dijelaskan dalam Al Quran pada potongan ayat 77 dari surah An Nisa:
3..... ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ×öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# ......
Artinya:
“Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu
lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa.”
Demikianlah, sebagian ayat Al Quran yang dijadiakn sebagai landasan kaum
sufi dalam melaksanakan praktik-praktik kesufiannya. Akan terlalu panjang
uraiannya jika semua pengertian psikis serta moral yang diungkapkan para sufi
tentang tingkatan dan keadaan, dicarikan rujukannya dalam Al Quran.
- Dasar-dasar Hadits.
Sejalan apa yang disitir dalam Al Quran, sebagaimana dijelaskan diatas,
ternyata tasawuf juga dapat dilihat dalam kerangka hadits. Hadits-hadits yang menjadi dasar dalam ajaran
tasawuf sangatlah banyak, sehingga disini kami hanya menuliskan sebagiannya
saja.Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf
adalah Hadits-hadits berikut.
Di samping riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad SAW setiap bulan
Ramadhan bertahannus di Gua Hira untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan
hati serta hakikat kebenaran ditengah-tengah keramaian hidup, ditemukan
sejumlah hadits yang memuat ajaran-ajaran tasawuf, diantaranya adalah
hadis-hadis berikut
:
قال
رسول الله صلّى الله عليه و سلّم إتّقوا فِرَاسَةَ المؤمِن فإّنّه يَنظُر بنُور
الله (رواه البخارى)
Artinya:
“Rasulullah SAW bersabda: takutilah firasat orang mukmin karena ia
memandang dengan nur Allah.”
Dalam hadits lain,
….أعبد الله كأنك
تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك (متفق عليه)
Artinya:
“Sembahlah
Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka apbila engkau tidak dapat melihatNya,
maka Ia pasti melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
مَن
عَرَفَ نَفسَه عَرَفَ رَبَّه
Artinya:
Barang siapa
yang mengenal dirinya sendiri, maka akan
mengenal Tuhannya.
كُنْتُ
كَنزاً مَخفيّا فأَحبَبتُ أنْ أعْرَف فخلَقتُ الخلقَ فَبِهِ عَرَفوْنِي
Artinya:
Aku adalah perbendaharaan yang
tesembunyi, maka Aku menjadikan makhluk agar mereka mengenalKu.
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan
dapat dikenal melalui makhlukNya, dan pengetahuan yang tinggi adalah mengetahui
Tuhan melalui diriNya.
Diantara nya lagi, hadits lain yang
menjadi dasar dari tasawuf:
لاَيَزَالُ
العَبدُ يَتَقَرّبُ إليَّ بِالنَّوافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإذَا أحبَبْتُهُ كُنْتُ
سَمعَهُ الّذي يََسْمَعُ و بَصَرَه الذي يَبصُرُ بِهِ و لسانه الذي ينِطِقُ بِهِ و
يده الذي يَبطُشُ بها ورِجلَهُ الذي يمْشِي بِها فبِي يسمَعُ فَبي يبْصِرُ وَ بي
يَنْطِقُ وَ بي يَعْقِلُ وَ بي يَبطُشُ وبي يَمْشِي
Artinya:
“Sentiasa seorang hamba itu mendekatkan
diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunat sehingga Aku mencintainya. Maka
tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarannya yang dia pakai untuk
mendengar, penglihatannya yang dia pakai untuk melihat, lidahnya yang dia pakai
untuk berbicara, tangannya yang dia pakai untuk mengepal, dan kakinya yang dia
pakai untuk berjalan; maka denganKu dia mendengar, melihat, berbicara,
berfikir, mengepal, dan berjalan.”
Hadits di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan Tuhan dapat bersatu.
Diri manusia dapat melebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan
istilah fana’, yaitu fana’nya makhluk sebagai mencintai
kepada Tuhan sebagai yang dicintainya.
Maksudnya: pernyataan bahwa Allah akan menjadi pendengaran, penglihatan, tangan
, dan kaki hamba yang dicintaiNya merupakan majaz untuk menjelaskan pertolongan
Allah.
إزْهَد
فِي الدُّنياَ يُحِبُّك اللهُ و إزهَد فِيماَفي أَيدي النَّاسِ يُحِبُّك (رواه ابن ماجة)
Artinya:
“Zuhudlah terhadap dunia maka
Allah mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di tangan orang lain maka mereka
akan mencintaimu.”
Dalam hadits ini menjelaskan
tentang dasar dari cabang tasawuf yaitu sifat zuhud. Sifat zuhud adalah salah
satu sifat para sufi yang sangat menonjol. Karena pengertian zuhud adalah
mengambil bagian kehidupan duniawi hanya sekedar keperluan, bukan untuk
bersenang-senang semata.
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang
dikutip diatas hanya sebagian dari ayat-ayat dan hadis-hadis yang memgemukakan
hal-hal kehidupan ruhaniyahyang ditemukan dalam tasawuf. Kehidupan yang
didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada Tuhan, bersyukur,
bersabar dan redha serta dekat atau “intim” dengan Allah. Kehidupan seperti
inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri serta para sahabat-sahabatnya,
khususnya mereka yang dijuluki ahl al shuffah.
Demikianlah dasar-dasar yang dapat
mendorong lahirnya ajaran tasawuf.
Dengan adanya dasar-dasar dari Al Quran dan hadits diatas, maka terjawablah
sudah bahwa pertanyaan tentang ajaran tasawuf yang dikatakan bukan dari ajaran
islam tetapi ajaran luar yang masuk ke dalam Islam.